Ngaben Desa / Banjar Kelusu, Pejeng Kelod, Gianyar – Bali

Sebelumnya saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi Saudara-saudara, Sahabat dan Teman-teman Muslim yang merayakan. Mohon Maaf Lahir Bathin.

Kali ini saya coba menangkap sebuah gambar melalui kamera jadul hasil pinjaman dari teman kantor (maaf lama minjemnya) mengenai upacara yang diadakan di desa saya di Desa Kelusu, Pejeng Kelod, Gianyar-Bali pada tanggal 26 Juni 2017. Kamera yang saya gunakan adalah Nikon D40 dan lensa jadul Nikon 35mm f/2 (masih lensa manual). Sebenarnya saya ingin menggunakan kamera SLR, sehingga asiknya dalam meng-Kokang kamera lebih terasa. Namun karena keterbatasan dana, saya urungkan niat tersebut (harga film dan cuci nya cukup buat ga makan 2 hari sih).

Rangkaian Upacara Ngaben (https://id.wikipedia.org/wiki/Ngaben)
  1. Ngulapin. Upacara untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal di luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dapat berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat. 
  2. Nyiramin/Ngemandusin. Upacara memandikan dan membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah keluarga yang bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap (tidak cacat). 
  3. Ngajum Kajang. Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.
  4. Ngaskara. Ngaskara bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing kerabatnya yang masih hidup di dunia.
  5. Mameras. Mameras berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka lakukan. 
  6. Papegatan. Papegatan berasal dari kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut. Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar rumah hingga putus.
  7. Pakiriman Ngutang. Di laksanakan setelah upacara papegatan yang dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara "Baleganjur" (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.
  8. Ngising. Ngising adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
  9. Nganyud. Nganyud bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai. |-
  10. Makelud. Makelud biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna upacara makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari kesedihan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa hukuman 12 tahun di tengah hutan.

Tentunya mengenai istilah dan dan rangkaian upacara ngaben tersebut terdapat perbedaan di masing-masing daerah. Seperti contoh Makelud di daerah saya disebut ngeroras, dan Papegatan di daerah saya disebut Mapegat (walau mirip namun dilaksanakannya justru setelah Nganyud).


Foto-foto yang saya tampilkan nanti hanya pada saat pembakaran saja (Ngising) dikarenakan kesibukan saya juga sebagai krama Banjar Desa Kelusu yang terjun langsung sebagai salah satu keluarga dari yang di-Ngaben juga.

ini adalah ketika sarana untuk pembakaran nanti dipelaspas oleh Pedanda sesaat sebelum dibawa ke kuburan untuk dibakar. Berbentuk Singa karena tergantung dari soroh orang yang akan diaben tersebut. Umumnya digunakan Lembu, namun lembu bioasanya digunakan oleh orang-orang yang berkasta.

Damar Kurung. Nanti akan diletakkan setelah selesai dari nganyud di depan rumah masing-masing yang diaben tersebut.

Ini adalah sarana ketika akan dibakar di kuburan yaitu Lembu (diatas ada yang berbentuk Singa). Diangkat tidak menggunakan sanan (pegangan berupa bambu agar lebih mudah diangkat beramai-ramai) dengan alasan agar lebih menghemat tempat saat menuju kuburan.


Ketika prosesi Ngising dilaksanakan

Selesai Ngising, inilah yang digunakan ketika untuk Nganyud.


Jumlah Sawa yang diaben saat itu terdiri dari 13 Sawa. Cukup banyak bagi kami warga Kelusu yang hanya berjumlah 100 KK (maksimal).

Sekian, mengenai ketidaktepatan informasi yang saya sampaikan mengenai Rentetan Upacara, Istilah dan Pengertiannya, saya sampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Salam Jepret!

Komentar

Postingan Populer